Pada
jaman dahulu kala, di suatu desa hiduplah seorang pemuda. Ia hidup dengan
mengumpulkan kayu bakar di gunung atau membajak ladang. Pada suatu hari, pemuda
itu menemukan benda yang aneh di tengah perjalanan pulang dari ladang.
“Apa
ini? Oh, ini pakaian! Alangkah indahnya pakaian ini!”
Ia
belum pernah melihat pakaian seindah itu. Muncul keinginan untuk memiliki
pakaian itu. Ia memasukkan pakaian itu ke dalam keranjang dengan hati-hati dan
bersiap pulang ke rumah. Namun, ketika hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba ia mendengar suara seorang wanita.
“Permisi…” kata wanita itu
“siapa itu?” kata sang pemuda
Saat itu juga dari semak-semak dekat kolam munculah seorang wanita yang sangat cantik jelita. pemuda itupun terkejut sekaligus terpesona oleh kecantikan wanita itu.
.
“Ya,
saya memanggil Anda, Tuan.” kata wanita
“Ada
apa?” kata pemuda
“Tolong
kembalikan pakaian bidadari saya.”
“Pa-pakaian
bidadari?” jawab pemuda itu dengan keheranan.
“Betul,
kalau tidak ada pakaian bidadari itu, saya tidak bisa pulang ke langit.”
Wanita
itu berkata dengan raut muka hampir menangis.
“Saya
adalah wanita yang tinggal di langit. Saya bukan wanita dari dunia ini. Saya
masuk ke dalam kolam ini dan mandi, tapi lupa waktu. Tolong kembalikan pakaian
bidadari saya.”
“Pa-pakaian
bidadari apa? A-aku tidak tahu apa itu.”
Si
Pemuda tidak mengatakan bahwa ia menyembunyikan pakaian bidadari, dan akhirnya
terus berpura-pura. Bidadari yang menjadi tidak bisa pulang ke langit itu
terpaksa tinggal di bumi dengan hati berat. Lalu ia pergi ke rumah pemuda dan
mulai hidup bersama dengan pemuda. Bidadari
itu bernama Tanabata. Selama hidup bersama munculah rasa cinta diantara pemuda dan bidadari itu. Hingga akhirnya Si pemuda dan Tanabata menikah dan menjadi suami-istri. Beberapa
tahun telah berlalu. Pada
suatu hari setelah si pemuda pergi bekerja di ladang, Tanabata melihat seekor
merpati mematuki retakan balok langit-langit. Merpati itu menarik keluar suatu
benda. Tanabatapun kemudian mendekati merpati itu untuk mengusirnya keluar. tetapi alangkah terkejutnya ketika ia melihat benda yang ditarik-tarik oleh merpati itu adalah pakaian bidadarinya. Jika
memakai pakaian bidadari, ia segera kembali menjadi bidadari. Sementara di
dalam hatinya, Tanabata merasa telah kembali menjadi penghuni kahyangan.
Hari
menjadi sore. Pemuda yang pulang dari ladang terkejut menemukan Tanabata yang
berdiri depan rumah. Ketika
melihat pakaian bidadari itu, si pemuda segera mengerti apa yang terjadi.
“Sayangku,
kalau kamu merasa mencintaiku, anyamlah seribu pasang sandal jerami dan
kuburkan di sekitar pohon bambu. Dengan demikian, kita pasti akan bertemu lagi.
Tolong…, lakukanlah…. Aku akan menunggu.” Ujar Tanabata
setelah mengatakan itu Tanabata kemudian melayang semakin tinggi, lalu kembali ke langit.
Pemuda
itu merasa sedih sekali. Lalu mulai keesokan harinya, ia segera membuat sandal
jerami. Ia terus-menerus menganyamnya sepanjang hari. Setiap kali menghitung
sandal jerami yang dianyam, ia berkata ‘belum cukup’, dan terus menganyam lagi,
lalu menghitungnya lagi. Demikian berulang-ulang. Pada
suatu hari, akhirnya ia selesai mengubur seribu pasang sandal jerami sekitar
bambu. Begitu
ia selesai mengubur sandal jerami, ternyata bambu itu langusng membesar dengan
cepat dan tumbuh tinggi ke langit dengan kokoh.
“Oh,
aku mengerti! Kalau aku terus memanjat ini, pasti bisa bertemu dengan
Tanabata” Ujar sang pemuda
Si
pemuda dengan cepat mulai memanjat bambu yang menjulang tinggi itu. Pada saat
jaraknya tinggal sedikit lagi untuk mencapai langit, ia tak kunjung bisa
menjangkaunya.
Ternyata
saat menganyam sandal jerami dengan perasaan ingin bertemu Tanabata, sandal
jerami yang mesti dikubur sebanyak 1000 pasang hanya berjumlah 999 pasang saja.
Jadi, tinggal selangkah lagi ia baru bisa menjangkaunya.
“Tanabata!
Tanabata!”
Suara
pemuda sampai ke telinga Tanabata yang sedang memintal dengan alat tenun di
atas langit. Ia
mencoba mengintip dari atas awan, dan betul, ternyata suara itu suara suaminya
yang tercinta.
“Sayangku,
sayangku!”
“Tanabata,
Tanabata!”
Tanabata
menjulurkan tangannya lalu mengangkat si pemuda ke atas awan.
“Tanabata,
aku rindu padamu.”
Dua
orang itu meraih tangan satu sama lain dan merasa bahagia.
Pada
saat itu, muncullah muka seorang laki-laki di sela-sela awan. Ia adalah ayah
Tanabata.
“Siapa
laki-laki itu?” Tanya ayah Tanabata.
“Ini
suami saya,” jawab Tanabata.
“Senang
berjumpa dengan Anda,” ujar si Pemuda.
Ayah
Tanabata tidak suka putrinya menikah dengan laki-laki dari dunia bawah. Karena
itu, ayah Tanabata berpikir untuk menyuruh Pemuda melakukan kerja yang sulit
untuk menyusahkan si Pemuda.
“Hmm!
Jadi kamu melakukan kerja apa di dunia bawah?”
“Saya
bekerja di ladang atau gunung.”
“Kalau
begitu baiklah. Aku minta kamu mengerjakan ini.”
Ayah
Tanabata menyuruh si Pemuda menaburkan biji-biji di ladang dalam tiga hari.
Pemuda itu berusaha, lalu selesai menaburkan biji-biji dalam tiga hari seperti
diminta. Tapi ayah Tanabata berkata lagi,
“Aku
bilang menaburkan biji-biji di sawah sebelah sana.”
Pemuda
itu kecewa sekali. Tanabata yang melihat keadaan ini merasa ingin membantu
suaminya. Lalu ia meminta bantuan seekor merpati.
“Tolong
panggil kawan-kawanmu dan taburkan biji-biji yang ada di ladang ke sawah.”
Merpati
itu mengumpulkan kawan-kawannya dan mematuki biji-biji di ladang. Lalu terbang
ke atas sawah dan menaburkan biji-biji itu dari atas. Pekerjaan ini selesai
dalam sekejap mata.
Kali
ini Ayah Tanabata yang merasa kesal menyuruh kerja yang lebih sulit lagi. Ia
meminta si Pemuda supaya menjaga ladang labu selama tiga hari tiga malam. Kalau
menjaga ladang labu biasanya akan merasa sangat haus. Tetapi kalau labu itu
dimakan, akan terjadi masalah yang gawat.
“Pokoknya
jangan makan labu!” pesan Tanabata.
Namun,
walaupun si Pemuda telah diberitahu oleh Tanabata, ia tidak bisa menahan rasa
hausnya. Akhirnya ia tidak tahan lagi dan memakan buah labu itu. Dalam sekejap
mata, air tumpah dari labu itu. Air yang tumpah itu menjadi sungai dan mulai
mengalir dan mengeluarkan suara yang bergemuruh.
“Sayangaku!”
“Tanabata!”
Seketika itu juga Tanabata
dan si Pemuda terpisah secara tiba-tiba. Dengan
demikian, sosok dua orang yang berhadap-hadapan mengapit sungai itu menjadi
bintang Altair dan Vega. Kedua
orang ini mendapat izin ayah Tanabata untuk bertemu hanya sekali dalam setahun,
yaitu pada malam hari tanggal 7 Juli. Kedua
bintang itu sampai sekarang pun masih nerkilau-kilauan indah, mengapit
bimasakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar