Hamelin adalah sebuah kota yang makmur, penduduknya merasa puas dan bangga tinggal di sana. Kemudian datanglah tikus-tikus. Di setiap kota selalu ada tikus yang
kadang-kadang sangat mengganggu, tetapi biasanya mereka masih bisa
terkontrol. Tidak demikian halnya dengan Hamelin, tikus yang datang ke
sana berjumlah ribuan. Belum pernah orang menjumpai tikus yang datang
sebanyak itu di satu tempat. Mereka bergerombol di seluruh kota,
meencuri makanan, menggerip bangunan-bangunan, menyebarkan kuman-kuman
penyakit. Para penangkap tikus bekerja siang malam untuk membebaskan
kota dari tikus-tikus, tetapi rasanya makin banyak tikus yang mereka
bunuh, makin banyak tikus muncul untuk menggantikan yang mati itu.
Penduduk kota merasa sangat celaka. Makin lama keadaan makin memburuk.
Tikus-tikus itu mencuri makanan dari lemari-lemari makan dan
gudang-gudang makanan. Kemana pun mereka pergi ditinggalkannya kotoran
dan kerusakan. Makanan menjadi langka dan orang-orang pun mulai khawatir
akan terjadi bencana kelaparan. Anak-anak dan orang tua menjadi sakit
karena makan makanan yang telah dicemari oleh tikus-tikus.
Dalam keputus-asaan, walikota mengadakan
pertemuan untuk mencari jalan melenyapkan wabah tikus itu. Semua orang
berkumpul di lapangan. Setiap kali sebuah ide dilontarkan, ada orang
lain yang mengatakan bahwa cara itu telah dicoba tanpa hasil.
Ketika itu tampillah seorang asing di depan kerumunan orang banyak itu. Pakaian orang itu sangat aneh dan
berwarna-warni, di kepalanya ia memakai topi besar yang ada bulu burung
meraknya. Kelihatannya dia lebih cocok menjadi pemain sirkus. Semua
penduduk Hamelin memperhatikannya ketika ia mulai berbicara dengan suara
yang aneh, seakan-akan sedang menyanyi.
”Aku dapat menolong kalian mengusir tikus-tikus dari kota ini, tapi jangan salah, biayanya mahal sekali,” katanya.
”Dalam perbendaharaan kotaini ada
sepuluh ribu keping emas,” kata walikota. ”Jika engkau dapat
mengenyahkan wabah tikus dari kota ini, seluruh emas itu akan menjadi
milikmu. Tapi sebelumnya, tuan yang baik, bagaimana caranya engkau akan
membuat keajaiban ini?”
Orang asing itu tersenyum penuh rahasia.
“Semua yang kuperlukan ada di sini,
terjahit diikat pinggangku,” katanya sambil menunjuk kesebuah suling
bambu dipinggangnya. ”Jika kalian ingin aku mengusir tikus-tikus ini,
kalian harus percaya padaku.”
Walikota tidak terlalu yakin bahwa orang
asing itu dapat berbuat seperti yang dikatakannya, tapi tak ada
salahnya jika dicoba, maka diapun setuju. Kemudian peniup suling itu
berpaling kepada kerumunan orang banyak.
“Sekarang pulanglah ke rumah kalian, dan tunggulah sampai tugasku selesai,” katanya.
Setiap orang meninggalkan lapangan dan
pulang kerumah, sambil bertanya-tanya apa gerangan yang akan dikerjakan
oleh orang asing yang berpakaian warna warni itu. Setelah semua orang pergi, orang asing
itu mengambil sulingnya dan mulai meniupnya. Irama ajaib yang
dimainkannya merembes ke seluruh kota. Dan seperti suatu keajaiban,
orang melihat tikus-tikus keluar dari rumah-rumah mereka lalu berkumpul
membuat arak-arakan.dari jendela-jendela mereka dapat melihat
beribu-ribu ekor tikus terburu-buru berkumpul di lapangan di mana peniup
suling itu sedang meniup sulingnya. Ketika tikus pertama sampai
didekatnya, si peniup suling mulai menari lalu turun ke jalan ke luar
kota diikuti oleh tikus-tikus itu. Arak-arakan tikus itu makin lama
makin besar, jumlahnya benar-benar menakjubkan. Kelihatannya setiap
tikus mengikuti irama musik yang dimainkan oleh peniup suling.
Semua orang memperhatikan dengan
tercengang sampai si peniup suling hilang dari pandangan. Beberapa orang
yang tak dapat menahan rasa ingin tahunya keluar dari rumah mereka dan
mengikuti arak-arakan yang menakjubkan itu. Dengan tidak menoleh-noleh si peniup suling terus menari sampai di sebuah jembatan yang membentang di atas sungai di pinggir kota. Setibanya di jembatan ia berhenti menari
tapi tetap meniup sulingnya. Orang-orang yang mengikutinya melihat
tikus-tikus itu lari ke tepi sungai yang deras airnya. Satu persatu
tikus-tikus itu terjun ke dalam sungai lalu menghilang dari pandangan
dihanyutkan oleh arus sungai itu. Satu demi satu beribu-ribu ekor tikus
itu loncat ke sungai dan menghilang, tak seekor pun yang tertinggal.
Penduduk kota hampir tidak percaya akan
apa yang terjadi. Ketika mereka pulang ke rumah atau pergi ke toko,
kemana pun mereka mencari, tikus-tikus itu tidak ditemukan lagi. Mereka
pun melakukan pertemuan lagi di tanah lapang. Si peniup suling harus
diberi hadiah.
Tetapi penduduk kota tidak tahu bahwa
walikota telah berdusta ketika ia menjanjikan sepuluh ribu keping emas
kepada peniup suling. Walikota itu seorang yang bodoh dan serakah, ia
telah memakai uang kota Hamelin untuk keperluannya sendiri.
Perbendaharaan kota sudah hampir kosong. Ketika peniup suling datang
untuk mengambil upahnya, walikota hanya memberinya beberapa keping emas
untuk pengganti jerih payahnya. Si peniup suling sangat marah. Meskipun walikota yang berbuat curang, ia menyalahkan seluruh penduduk kota.
”Kalian semua telah menipu dan
menghinaku!”teriaknya dengan marah.”Tapi kukatakan kepadamu; tak seorang
pun dapat berbuat begitu kepada Peniup Suling tanpa menerima
balasannya! Kalian semua akan dihukum!”
Begitu selesai berbicara, Peniup Suling
berpaling dan mengambil sulingnya lagi. Diletakkannya suling itu di
bibirnya lalu ditiupnya kembali tetapi kali ini iramanya berbeda. Musik
mengalun ke seluruh penjuru kota dan membuat kaki-kaki setiap anakdi
Hamelin mulaimenari. Dengan sangat ketakutan orang-orang dewasa
memperhatikan anak-anak itu membentuk arak-arakan, seperti yang
dilakukan oleh tikus-tikus, lalu mulai mengikuti si Peniup Suling.
Para ayah dan ibu memanggil-manggil anak
mereka dan menyuruh berhenti, tapi anak-anak itu tidak mendengar.
Mereka berdansa makin cepatdan makin cepat mengikuti Peniup Suling.
Penduduk kota tak dapat berbuat sesuatu apa pun untuk menghentikan
mereka. Peniup Suling terus menari dan anak-anak mengikuti dibelakangnya
dengan gembira. Musik itu mempunyai kekuatan ajaib, yang hanya dapat
didengar oleh mereka, yang membuat mereka ingin pergi.
Seperti sebelumnya, Peniup Suling
memimpin arak-arakan itu ke jalan yang menuju ke luar kota. Dengan
sangat ketakutan penduduk kota melihat dia sampai ke jembatan di atas
sungai, tapi anak-anak tidak terjun ke sungai seperti tikus-tikus.
Mereka mengikuti Peniup Suling menyeberangi jembatan lalu pergi jauh.
Pada bagian akhir arak-arakan,
tertinggal dari yang lainnya karena tak dpat berjalan cepat, adalah
seorang anak laki-laki yang kakinya lemah. Baginya, berjalan sangat
sulit dan melelahkan. Ia juga senang mengikuti irama musik yang ajaib
itu dan meskipun sukar untuknya berjalan secepat yang lain, ia berusaha
keras untuk mengikuti. Sesuatu mengatakan kepadanya bahwa anak-anak itu
akan dibawa ke tempat yang lebih menyenangkan dari yang dapat mereka
bayangkan.
Penduduk kota pun berhenti. Mereka tahu bahwa Peniup Suling telah mengambil anak-anak mereka untuk selamanya dan tak mungkin untuk membawa mereka kembali. Dengan sangat sedih mereka pun pulang ke rumah.
Sejak saat itu kota Hamelin terbenam
dalam duka cita yang dalam. Sebuah kota tanpa anak-anak adalah tempat
yang sangat menyedihkan. Para orang tua yang kehilangan anaknya sangat
sedih demikian juga orang-orang lainnya yang mengenal dan menyayangi
anak-anak itu. Walikota, yang menyadari bahwa semua itu disebabkan olah
kejahatannya, merasa sangat malu lalu pergi meninggalkan kota.
Tidak ada penduduk kota yang tahu kemana anak-anak itu pergi, apakah mereka masih hidup atau sudah mati.
Beberapa minggu pun berlalu. Kemudian
pada suatu hari anak laki-laki yang kakinya lemah itu berjalan
terpincang-pincang kembali ke Hamelin dalam keadaan letih dan putus asa,
dan ia menceritakan sebuah kisah yang sangat aneh. Dengan alunan musiknya, si PeniupSuling
telah membawa anak-anak itu bermil-mil jauhnya melintasi bukit-bukit.
Anak laki-laki itu berusaha mengikuti terus, tapi lama kelamaan ia jatuh
dan tertinggal. Peniup Suling itu membawa anak-anak itu ke lereng
sebuah gunung yang curam. Lereng gunung itu terbuka dan dari jauh
terlihat sebuah tempat yang sangat indah di dalamnya. Satu persatu
anak-anak itu berjalan melintasi gunung, tapi ketika anak laki-laki itu
sampai lereng itu telah tertutup. Ia tertinggal sendirian di gunung, dan
merasa sedih karena tidak dapat ikut dengan teman-temannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar