Senin, 19 Mei 2014

Gadis Landak





Dahulu kala, hidup sepasang suami isteri di sebuah rumah kecil. Adik lelaki sang suami juga tinggal bersama mereka.
Pada suatu hari sang isteri berkata, “Adikmu sudah dewasa. Sudah waktunya menikah. Berikan saja setengah harta kita dan suruh dia mencari tempat tinggal sendiri.” Suaminya tidak tega menyuruh adiknya pergi, tapi isterinya mendesaknya terus.  Akhirnya ia setuju. 
Esok harinya , ia menyuruh adiknya memakai pakaian baru  lalu mengajaknya berjalan-jalan. Mereka berjalan mendaki bukit dan ketika tiba di hutan, sang kakak memberikan sejumlah uang dan mengatakan bahwa sudah waktunya sang adik memulai hidup sendiri. Walaupun sedih, sang kakak menyuruh adiknya pergi dan ia sendiri pulang ke rumahnya.
Sang adik terus berjalan walaupun ia tidak punya tujuan. Malam tiba. Ia melihat sebuah gubuk.  Ia meminta ijin kepada pemburu pemilik gubuk itu untuk tinggal semalam. Malam itu, pemuda itu melihat seekor landak terikat pada tiang. Landak itu terus memandanginya.
“Tuan,” katanya kepada pemburu, “Mengapa kau mengikat landak itu di tiang?”
“Aku akan mengambil kulitnya dan memakan dagingnya.”
“Tapi tuan, lihatlah, landak itu sedih sekali. Tolong lepaskan dia.”
“Aku lelah sekali berburu hari ini, dan hanya landak itu yang kudapat. Tidak, aku tak mau melepaskannya.”
“Kalau begitu, biarlah aku membelinya!” kata pemuda itu sambil menunjukkan uang pemberian kakaknya.
Pemburu menjual  landak itu kepada pemuda itu.  Pemuda itu membawa landak pergi. Setelah cukup jauh dari gubuk pemburu, ia melepaskan tali pengikat  landak dan berkata. “Pergilah jauh-jauh. Kalau kau tertangkap lagi, belum tentu ada yang menolongmu.”
Landak itu memandangi sang pemuda lama sekali. Lalu ia pergi ke semak-semak dan menghilang. Tiba-tiba terdengar suara gemerisik dan ilalang di dekatnya bergerak-gerak. Alangkah terkejutnya pemuda itu, seorang gadis muda muncul. Gadis itu cantik sekali. Ia membawa sehelai selimut tebal.
“Tuan,” kata gadis itu, “Kau tentu kedinginan.” Ia memberikan selimut yang dibawanya kepada pemuda itu.
“Terima kasih, Nona. Kau baik sekali,” kata pemuda.
“Apakah kau tidak punya rumah?” tanya gadis itu.
“Tentu saja aku punya rumah.”
“Lalu mengapa kau ada di sini?”
Pemuda itu menceritakan perpisahannya dengan kakaknya.
“Apakah kau tidak rindu kepada rumahmu?” tanya gadis itu.
"Aku rindu kepada kakakku, tapi aku tidak berani kembali ke rumah."
“Jangan kuatir, aku akan membawamu ke rumahmu sendiri. Tapi kau harus menikahiku dulu.”
Walaupun agak bingung, pemuda itu setuju. Malam itu mereka mengucapkan sumpah pernikahan dan menjadi pasangan suami isteri.
Esoknya, pagi-pagi sekali, wanita muda itu berkata, “Tutuplah punggungku dengan selimut itu. Lalu naiklah ke punggungku. Berpeganganlah erat-erat dan tutup matamu sampai aku menyuruhmu membukanya.”
Suaminya mengikuti semua perkataan sang isteri. Dan pemuda itu merasa ia sedang terbang. Angin bertiup kencang di telinganya. Tapi dengan patuh ia tetap menutup kedua matanya. Akhirnya, ia mendengar isterinya berkata, “Sekarang kau boleh membuka matamu.” Pemuda itu membuka matanya dan melihat mereka berada di tepi desanya sendiri.
“Suamiku,” kata sang isteri, “Jangan kembali ke rumah kakakmu dulu, ayo kita mencari tempat tinggal kita sendiri.”
Pemuda itu mengajak isterinya ke sebuah kedai.  Ia mengenal pemilik kedai itu. Ia mengenalkan isterinya kepada pemilik kedai dan mereka bercakap-cakap.
“Paman,” kata wanita muda itu, “Kami ingin menetap di desa ini. Dapatkah paman mencarikan sebidang tanah yang akan dijual?’
“Baiklah, aku akan mencarikan tanah yang baik untukmu,” kata paman.
Esok harinya, paman menunjukkan sebidang tanah yang akan dijual, tapi pemiliknya memasang harga yang sangat tinggi. “Kalau kalian sabar, aku akan mencarikan tanah yang lain,” kata paman.
Tapi wanita muda itu berkata, “Tidak usah, paman. Kami punya cukup uang untuk membeli tanah itu.” Wanita itu mengeluarkan uang dan meminta suaminya membeli tanah itu.
Malam itu suami isteri itu melihat tanah yang baru mereka beli.  Sang isteri mencabut jepit rambutnya dan membuat gambar rumah di tanah. Ketika ia menarik kembali jepit rambutnya, terdengar suara gemuruh dan bumi bergetar. Sekarang di depan mereka berdiri sebuah rumah besar yang indah dan megah.
“Ini rumah kita,” kata sang isteri, “ Ayo kita masuk.”
Rumah itu  sudah lengkap dengan perabotan yang indah. Di belakang rumah ada gudang  besar yang penuh bahan makanan . Di sampingnya berdiri sebuah kandang berisi belasan kuda. Mereka tinggal di sana dengan tenang dan bahagia.
Tiga tahun berlalu. Pada suatu hari, sang isteri berkata kepada suaminya. “Kita sudah lama menikah, tapi kita tidak dikaruniai anak. Kurasa kau harus mengambil seorang isteri lagi.”
Suaminya tidak setuju. “Aku bahagia hidup denganmu, walaupun kita tidak punya anak.”
“Kau tidak mengerti,” kata isterinya. “Aku tak akan lama hidup bersamamu.”
Wanita itu kemudian menjelaskan bahwa ia adalah landak yang dulu diselamatkan pemuda itu dari pemburu.  Ia mengubah dirinya menjadi manusia untuk membalas budi. Ia mendesak suaminya untuk mencari calon isteri. Pemuda itu pergi mencari calon isteri yang baik. Ia telah bertemu banyak sekali gadis namun tak ada yang menurutnya sebaik gadis landak, isterinya.
Pada suatu hari ia melihat seorang gadis yang menarik hatinya. Pemuda itu menemui ayah sang gadis untuk melamar. Ayah gadis itu seorang pedagang kaya.  Ia setuju anak gadisnya dipersunting sang pemuda, dengan satu syarat. Ia minta pemuda membawa tujuh kereta penuh uang perak. Pemuda itu kembali ke rumahnya dan menceritakan perjalanannya hingga menemukan seorang gadis. Ia menjelaskan syarat yang diminta ayah gadis itu. “Hanya itu syaratnya?” tanya gadis landak.
Esok harinya gadis landak meminta suaminya pergi ke rumah calon isteri barunya. Di halaman rumah sudah menunggu tujuh kereta lengkap dengan kuda dan kusir. Setelah menikah dengan puteri pedagang, pemuda itu membawa isteri barunya pulang. Mereka disambut hangat oleh gadis landak.
Esok harinya, gadis landak sudah tidak ada. Pemuda itu tidak pernah lagi melihat isteri pertamanya. Setahun kemudian, isteri keduanya melahirkan sepasang anak kembar seperti yang diinginkan gadis landak.